Senin, 23 Mei 2011

Dalam Kenangan

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Innalillahi wa inna ilaihi roji’un
Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kepada-Nya kita kembali


Pada hari Kamis 7 April 2011, pukul 14.35 WIB, dalam usia 61 tahun,
telah berpulang ke Rahmatullah

H. SANTOSO BUDIHARDJO

bin

H. SOEMARDI DARMOATMODJO

yang kami kenang sebagai seorang suami, bapak, eyang kami yang soleh,
hangat, bijaksana, penuh perhatian dan kasih sayang.

Begitu banyak doa, perhatian, dukungan dan bantuan dari Bapak/Ibu sekalian sejak Almarhum sakit hingga mengantarkan Almarhum ke tempat peristirahatan terakhir. Tiada kata yang dapat kami haturkan kecuali ucapan terima kasih yang tulus dari hati kami yang paling dalam, atas keikhlasan Bapak/Ibu sekalian. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang berlipat ganda.

Sebagai manusia biasa, tentu saja semasa hidupnya Almarhum tidak luput dari kekurangan, kekhilafan, dan kesalahan. Dengan segala kerendahan hati kami mohon keikhlasan Bapak/Ibu untuk berkenan memaafkannya.

Pada kesempatan ini, kami memohon Bapak/Ibu berkenan mendoakan, semoga Allah SWT mengampuni segala dosa almarhum, menerima semua amal-ibadahnya, melapangkan kuburnya, menghindarkannya dari siksa kubur, menerangi jalannya dan menempatkan almarhum di tempat yang terbaik di sisi Allah SWT.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Kami yang mencintai Bapak

Istri :
Hj. Wirastusrini binti Sudiatmo Suryosumanto

Anak – Menantu :
Swasti Nadia Aryani – Achmad Nuzulis Hidayat
Jehan Bramantyo – Meiti Pratiwi
Sarastri Cintya Hapsari – Ulama

Cucu – cucu :
Ahmad Saladin Hidayat
Alyssa Salsabila Prameswari
Azalea Serafina Princessa
Arumi Maulida Nafisah
Alifa Salma Muthmainnah

Kakak - Adik :
Mardiati (almarhumah) - Djoko Susanto
Kuntadi Budianto - Anky Tri Rini
Tuty Mardianti - Muhammad Yanuar
Iien Endang Mardiani - Widodo Budi Prasetyo
Amie Kusumawardhani - Tony Prahasto

Doa untuk Bapak

Kepergian Bapak terasa begitu cepat bagaikan mimpi..

Masih teringat jelas dalam sadar kami..

Bapak kami yang gagah dan selalu bersemangat menjalankan berbagai peran semasa hidupnya; sebagai hamba Allah, suami, ayah, eyang, saudara dan segudang peran lainnya di masyarakat.. Semua beliau lakoni dengan sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan..

Bapak kami yang hangat, humoris dan sangat perhatian terhadap keluarga dan teman-teman.. Beliaulah pengikat kami, yang sering aktif mengajak keluarga besar untuk berkumpul bersama dan senantiasa menjalin silaturahim dengan teman-teman dari era-era yang berbeda..

Bapak kami yang tak hanya menjadi guru tempat kami bertanya namun juga sebagai sahabat tempat kami berkeluh kesah dan meminta nasihat.. Beliaulah seorang problem solver yang sangat cerdas dan cermat..

Bapak kami yang energik dan sangat menyukai travelling; melihat pelosok dunia, mengagumi ciptaan Allah SWT.. Betapa kami masih ingat masa-masa menjelajah dunia bersama beliau..

Nyatanya Bapak benar-benar pergi dengan segala kemudahan yang Allah berikan.. Semua terasa dipermudah oleh-Nya.. Tiada penderitaan dan kesakitan pada wajah Bapak, bahkan fisik Bapak masih tetap gagah dan tampan seperti biasanya.. Subhanallah..

Semoga inilah salah satu pertanda sambutan Allah SWT. atas kedatangan Bapak menghadap-Nya..

Kepergian Bapak meninggalkan kerinduan yang mendalam dalam hati kami.. Namun kami ikhlas karena kami yakin Allah Sang Maha Kasih akan Melimpahkan rahmat-Nya dan Menjaga Bapak di sisi-Nya dengan sebaik-baiknya..

Selamat jalan, Bapak.. Bapak akan selalu ada dalam hati kami.. Kami selalu menyayangi Bapak..


Firman Allah SWT. dalam Quran Surat Al-Fajr ayat 27 – 30 :
Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu, dengan hati yang puas lagi di-Ridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.”

Ya Allah.. Ya Rahman.. Ya Rahim..
Ampunilah dosa-dosa Bapak kami..
Terimalah segala amal ibadahnya..
Terangilah dan lapangkanlah kuburnya..
Limpahkanlah rahmat dan ridho-Mu kepadanya..
Karuniakanlah surga yang paling indah di sisi-Mu kepadanya..

Sekilas Riwayat

Almarhum Santoso Budihardjo yang dilahirkan di Solo pada 29 Januari 1950, adalah putra dari Almarhum Bpk. H. Soemardi Darmoatmodjo dan Almarhumah Ibu Hj. Titi Mulyati.

Pada 10 Agustus 1974, Almarhum menikah dengan Ibu Hj. Wirastusrini dan dikaruniai seorang putra, Jehan, dan dua orang putri, Nadia dan Saras, serta lima orang cucu.

Riwayat Pendidikan
• SD Widosari I Semarang, lulus tahun 1962
• SMP Negeri I Semarang, lulus tahun 1965
• SMA Negeri I Semarang, lulus tahun 1968
• SI – Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 1969, lulus tahun 1974
• S2 – Magister Manajemen, Sekolah Tinggi Manajemen Bandung (STMB), lulus tahun 2003

Riwayat Pekerjaan dan Organisasi
• 1974 – 1976 Bekerja sebagai Staff Ahli PT Propelat
• 1976 – 2011 Mendirikan anak perusahaan PT Propelat yaitu PT Mettana Engineering Consultant sekaligus sebagai salah satu Direktur
• 1984 – 2011 Bergabung dengan Rotary Club Bandung Selatan
• 1995 – 2011 Bergabung dengan Sinar Putih

Selain itu Almarhum juga aktif dalam keanggotaan organisasi profesi seperti :
1. H A T H I (Himpunan Ahli Teknik Hidrolik Indonesia)
2. H A T T I (Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia)
3. K N I B B (Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar)



Rabu, 11 Mei 2011

Kenangan Bersama Bapak

Kuntadi Budianto (Adik Pertama)

Assalamualaikum wr. wb.
Alhamdulillah wa syukurillah wa laa haula wa kuwwata illa billah.
Asyhadu’ala ila haillallah.. wa asyhadu 'anna muhammadurrosulullah.
Allohumma solli 'ala Muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi wa salim.

Saya mau cerita apa yg teringat saya mengenai Mas Santoso. Ya, memang di antara adik-adik barangkali saya yg paling lama dekat dengan Mas San, tapi nggak juga sebetulnya.. sampai dengan SMA kita masih sama-sama.. habis itu kan dia ngelanjutkan ke Bandung, saya juga ikut.

OK, saya mau lihat ke masa kecil dulu. Kalau Mas Santoso itu bagi saya semacam inspirator-lah. Karena dia kan 3 tahun lebih tua dari saya. Kalau istilahnya itu, dia apa saya ikutin.. dia ke mana saya ikutin.. dia berbuat apa saya ikut. Jadi ya ikutin ajalah. Kebetulan juga Ibu sukanya memang, seperti dikatakan Tante Tuty, kalo bikin baju tuh kembaran ke mana-mana. Bahkan kecil kita juga sama-sama main. Terutama waktu SD. Yang mengajari saya main hujan , dia juga. Main di banjir, juga dia. Kemudian sampe mandi di kali itu ya dia juga. Padahal kalinya itu.. iih jijik.. Pernah ketika sedang mandi di kali kemudian ada temannya Bapak lewat di jembatan, dilihat ada anak-anak mandi.. “Lho, itu kok seperti putranya Pak Soemardi?” dilihat benar, terus laporan sama Bapak.. eeh.. kita pulang lalu dimarahin sama Bapak. Waduh minta ampun..

Sudah itu kita juga suka berdua keliling-keliling, terus suka manjat pohon. Dulu di Semarang, banyak pohon asem yg rindang, buah asemnya banyak. Nah, pernah waktu itu Mas San sendiri naik pohon asem kemudian ngambil asemnya. Terus, ada Ibu-ibu lewat, “Dik, aku beli buah asemnya dong..”. Lalu Mas San turun sambil bawa buah asem yang matang dan dikasihkan ke Ibu. Ibu itu ngasih duit. “Dik, ini putranya bu Soemardi?”. “ Iya”. Akhirnya dilaporkan ke Ibu , dimarahinlah Mas Santoso. “Anak kecil kok udah jualan itu kan memalukan.”

Dalam banyak hal Mas Santoso menjadi inspirasi bagi saya. Mulai dari SD saya ikut SD-nya Mas Santoso, SMP 1 saya juga masuk SMP 1, dia masuk SMA 1 saya juga ikut masuk SMA 1, sampai dia masuk ITB, saya juga masuk ITB. Betul-betul jadi inspirasi saya untuk maju. Termasuk juga dekat ke arah agama pun dan memberi inspirasi juga bahwa anak pun harusnya ikut shalat juga.

Banyak hal yg memang merupakan kenangan Mas Santoso sejak kecil, termasuk diam-diam Mas Santoso nyuri mobil ayah untuk belajar nyetir. Pagi-pagi saya dan Mas Santoso (saya hanya ikut saja yang nyetir Mas Santoso), waktu SMP apa SMA kita belum boleh naik mobil. Pagi-pagi ndorong mobil pelan-pelan dari garasi, gak boleh kedengaran. Terus agak jauh baru distater lalu jalan. Saya juga SMA ikut cara gitu juga, karena gak boleh sama ayah setir mobil. Makanya kita curi mobil nah kita belajar sendiri, bisa juga. Setelah bisa, baru ayah tau. Sebelum dapet rebues (SIM), kita sudah mulai bisa. Ayah tahu setelah kita udah bisa njalanin mobil jadi tidak terlampau marah. Kalo kita lihat, Mas San itu nakal dalam arti kreatif. Idenya ada saja.

Kebetulan nasib saya sama Mas Santoso dalam beberapa hal banyak yg sama.. keberuntungan juga.. pas kebetulan kelas 3 SMA, Mas Santoso naik motor kecelakan di daerah Bawen, Semarang Selatan. 3 tahun kemudian, saya kelas 3 SMA di tempat yg kurang lebih sama, saya juga kecelakaan. Cuma saya lebih parah, Mas Santoso cuma nggak sadar 1 atau 2 hari.. saya seminggu nggak sadar. Tapi alhamdulillah Allah masih melindungi, masih bisa seperti ini.

Sampai dewasapun, sampai kita sama-sama berumah tangga, Mas Santoso masih menjadi inspirasi buat keluarga juga. Makanya seperti adik-adik bilang sebagai pengayom, pelindung, itu saya kira betul. Banyak hal yg menjadi perhatian Mas Santoso, terutama untuk adik-adiknya yang wanita. Untuk saya adik laki-laki itu tidak terlampau terasa sangat memperhatikan sekali. Tapi untuk adik-adik kita yg bertiga ini Mas Santoso lebih care.

Mas Santoso itu yg pertama kali memuliakan orangtua. Setelah lulus kerja, dialah yang pertama kali memberikan mobil untuk ayah. Mobilnya itu namanya Mitsubishi Galant. Itu mobil dibawa ke Semarang lalu diberikan kepada ayah. Dialah yang pertama kali sukses di dalam keluarga.

Saya bersyukur mempunyai kakak seperti Mas Santoso, bisa menjadi pelindung keluarga, penuh perhatian. Kalau ada masalah dengan adik-adiknya, kita biasa kumpul rapat berunding. Misalnya ada kemenakan yg mau menikah, biayanya cukup besar tapi sumber dananya terbatas kita rame-rame kumpul. Mas Santoso begitu care kepada adik-adiknya, saudara-saudaranya, keponakan-keponakannya.

Sampai kepergian Mas Santoso yg begitu mendadak itu memberikan kesan tersendiri untuk kami. Tapi saya dalam musibah ini merasa bersyukur bahwa beberapa hal seperti Mas Santoso meninggal tidak perlu terlampau memberatkan keluarganya. Kemudian meninggalnya pun dengan bagus, dikelilingi oleh keluarganya yg membacakan talkin. Malam Jumat juga, hari Kamis, sehingga waktu dishalatkan di Masjid Istiqamah itu mungkin lebih dari 1000 org menyolatkan (shalat jenazah).

Itu mungkin tidak semua orang mendapatkan kesempatan spt itu. Alhamdulillah Allah memberikan kemudahan untuk akhir hidupnya. Ya, mudah-mudahan kita doa bersama juga Mas Santoso selalu memperoleh rahmat dan hidayat serta magfiroh dari Allah SWT. Diampuni segala dosanya,diterima semua amal ibadahnya, diterima Allah di surga yang terbaik. Saya mengharapkan putra-putrinya ini untuk jangan lupa selalu mendoakan orangtua baik yang sudah wafat maupun yg masih hidup. Karena doa putra putri itu sangat mujarab sebagaimana juga doa orangtua utk anak-anaknya.

Saya kira cukup kesan-kesan saya untuk Mas Santoso. Tidak ada hal yg mengecewakan. Yang ada hanya kesan-kesan yg positif, kesan-kesan yg baik, kesan-kesan yg patut utk dikenang. Demikian, kalau saya kurang atau ada hal-hal yg kurang berkenan, mohon dimaafkan.

Wassalamualaikum wr. wb.


Iien Endang Mardiani (Adik Kedua)

Tante di sini pingin cerita tentang Bapak (Mas Santoso). Bagi tante, Bapak adalah seorang kakak yang sangat perhatian, sangat sayang. Banyak kisah yang begitu membekas selama hidup Tante dengan Bapak. Kalau cerita dari eyang dan dari bude tentang Bapak : Bapak itu waktu kecil nakal sekali, bahkan simbah dulu pernah digigit tangannya karena Bapak nggak mau sekolah. Dengan berbagai alasan Bapak sering kali minta pulang sampai Simbah kewalahan. Tapi, mungkin karena kreatifnya itulah Bapak jadi orang yang pinter.

Ada kisah yang berkesan dari teman Eyang Putri, “Bu Madi, putrane dodolan asem. Penekan wit asem”, Ibu malu sekali lalu pulang main, Mas San dimarahin, “Ngisin-ngisinke dodolan asem!”. Mas San cuman cengar-cengir aja. Kalau Mas San pulang main sama Mas Kun, seringkali menjelang magrib. Pulangnya selalu pelan-pelan lewat garasi supaya nggak ketahuan Ibu dan dimarahin. Langsung masuk kamar mandi.

Ada satu lagi cerita yang membuat Ibu agak jengkel : Mas San minta beli celana panjang model Beatles yang ketat sekali. Ibu marah-marah, tapi Mas San tetap dengan bangganya bilang “Niki lagi model, Bu, celana ngaten.” Akhirnya Ibu diam aja.

Oh iya, ada satu lagi yang membuat Mas San jengkel. Dia protes karena bajunya selalu dikembar dengan Mas Kun. “Bu, kulo bosen baju klambine dikembar terus kalih Kuntadi, kulo pengen bajune bedo.” Ibu cuman ketawa aja. Akhirnya setelah itu kalau beli baju dibedakan.

Yang mengesankan lagi waktu Mas San minta sepeda motor. Setiap hari merengek ke Ibu minta sepeda motor. Akhirnya dengan berbagai cara, Ibu membelikan Mas San sepeda motor Honda warna merah. Mas San menuntun sepeda motor itu dari agennya sampai ke rumah, karena belum punya SIM dan motornya juga nggak ada bensinnya. Di depan rumah, semua menunggu Mas San. Sampai di rumah, langsung dilapin, dilihat-lihat terus dan kelihatan puas sekali.

Oh iya... ada satu kisah kecil yang diceritakan sama Bapak. Mas San waktu itu pengen sepeda, tapi karena Eyang tidak membeli-belikan akhirnya entah itu tidur disengaja atau tidak, Mas San ngelindur (mengigau) minta sepeda. Melihat itu, Eyang Kakung kasihan dan akhirnya hari itu juga dibelikan sepeda. Kalau sudah punya keinginan, Mas San itu memang dengan berbagai cara pasti berusaha untuk mendapatkan keinginannnya.

Setelah sepeda motor, yang saya ingat waktu Mas San pengen kuliah di ITB. Sebenarnya saat itu, Mas San sudah diterima di UNDIP. Sudah diplonco, sudah digundul kepalanya. Tapi begitu mendapat panggilan dari ITB, Mas San merayu Ibu supaya diizinkan kuliah di ITB. Saya masih ingat, Ibu duduk di kursi depan di teras, Mas San duduk di sampingnya,
Bu, yo Bu, pareng nggih Bu... pareng nggih Bu.”
Kan mbayar meneh, le?”
Pareng nggih Bu... “.

Dengan merengek-rengek begitu akhirnya Ibu mengizinkan Mas San untuk kuliah di ITB. Mas San kelihatan senang sekali diijinkan kuliah di ITB. Ibu merasa bangga, Ibu menceritakan ke semua tetangga, ke semua temen2 arisannya bahwa Mas San diterima di ITB.

Mas San adalah orang yang sangat membanggakan karena semua guru SMP dan SMA Tante kenal Mas San, padahal jarak antara Tante dengan Mas San itu 5 tahun. Tapi begitu tahu saya adiknya Santoso “Santoso, Santoso yang pinter kui yo?” selalu kita ikut diperhatikan. Bahkan di SMA, dari beberapa guru yg tahu bahwa Tante adiknya Santoso, Tante mendapatkan perhatian yang lebih.

Kemudian Mas San kuliah di ITB, selalu menjadi kebanggaan Bapak dan Ibu. Saat-saat mengesankan kalau Mas San mau pulang, Ibu selalu sudah sIbuk meMasak segala macem. Pagi kita selalu sudah menunggu Mas San pulang dengan naik bus. Nanti setelah pulang dia akan cerita segala macem. Kita kumpul sambil mendengarkan cerita dia. Senang dan bangga sekali rasanya punya Mas yang kuliah di ITB.

Terus suatu saat Mas San cerita ke Ibu,
Bu, dalem pareng gadah pacar, Bu?”
Sopo, le?”
Poko'e Ibu pasti seneng. Putri solo, Bu. Pinter. Bisa nari, bisa bikin rumah.”
Engko dikenalke yo, le.”

Mungkin yang berkesan waktu itu adalah kenangan almarhum Ibu dengan Mbak Nunuk di bis. Mas San waktu itu izin sama Ibu, nggak langsung pulang Semarang tapi mau mengantar Mbak Nunuk ke Solo. Ibu pengen tahu, mana sih yang diceritakan Mas San. Akhirnya, Ibu menyempatkan datang ke bus dan kenalan dengan Mbak Nunuk. Di saat itulah Ibu merasa, ternyata selain Ibu ada wanita lain yang dicintai Mas San. Ibu sedih, “Santoso kok, sak iki tresno ke wong wedo’ lio yo? Ko ora karo aku? Ko ora mulih sik?” tapi bukannya Ibu benci dengan Mbak Nunuk, tapi cuman saat itu merasa bahwa cintanya mulai terbagi dengan Mbak Nunuk. Tapi Ibu sangat membanggakan Mbak Nunuk. Kalau cerita ke teman-teman arisannya, “Mantuku kui pinter, putri solo, isih keturunan, iso nari, pinter nggawe omah”. Itu seperti apa yg diceritakan Mas San kepada Ibu.

Setelah Mas San bekerja di Bandung, dia selalu mengajak kita adik-adiknya “Nek Iiburan neng Bandung yo, engko tak puter-puterke”. Dan benar, setiap kita ke Bandung, kita selalu diajak jalan-jalan. Masih jelas sekali dalam ingatan kita, waktu itu Mbak Nunuk dan Mas San tinggal di Tubagus Ismail, di rumah yg masih sangat sederhana sekali. WC-nya kalau masuk tuh, kita nabrak kiri, nabrak kanan, masih wc jongkok. Tapi sama Mas San dan Mbak Nunuk selalu kita disediain makanan yg banyak. Mas San selalu berusaha untuk menyenangkan kita. Kita diajak jalan-jalan ke Jatiluhur dengan mobil VW Safari oranye.

Kalau pergi dengan Mas San itu identik dengan makan. Saya belajar pertama kali makan bubur ayam pake telor itu dengan dia. Makan pempek pertama kali juga dengan Mas San. Dia selalu membanggakan makanan-makanan khas Bandung.

Waktu saya lulus SMA, Mas San bilang ke Ibu, “Udah Iien biar bimbingan belajar saja di Bandung, biar saya yg membiayai”. Akhirnya Ibu mengijinkan saya ke Bandung utk bimbingan belajar. Tinggal di tempatnya Mas San. Dan surprise yang saya terima waktu saya ulang tahun, Mas San membelikan kue tart. Saya kira nggak ada yg perhatian dengan ulang tahun saya. Ternyata Mas San pagi-pagi menyediakan kue tart dan Mbak Nunuk nyiapin di meja. Saya disuruh duduk di situ, dinyalain lilinnya sama Mbak Nunuk, difoto sama Mas san. Sebegitu besar perhatiannya sama kita adik-adiknya.

Dia selalu bertanya, “Piye bimbingan belajare, Ien? Iso ngikutin ora, Ien?”. “Iso, Mas.” Meskipun akhirnya saya tidak diterima di ITB, saya akhirnya diterima di Satya Wacana. Tapi Mas San tanya “Koe seneng ora kuliah neng kono?” “Seneng, Mas.” “Butuhmu opo?” “Aku kepingin tape Mas, di kost-kostan sepi.” Aku dibelikan tape yang tiap malam jadi teman tidur.

Sampai akhirnya ibu seda. Bapak merasa berat untuk membiayai kuliah. Akhirnya Mas San yang membiayai kuliah sampai selesai. Dari uang kost, uang kuliah dan buku-buku semua Mas San yang tanggung.

Waktu pacaran pun, dia selalu nanya, "Iki sopo?". Dia selidiki siapa yang jadi pacar Tante. Akhirnya, setelah dia tahu dia bilang,"Yo wis, ora opo-opo, Ien. Mas San merestui nek memang wis jadi pilihanmu." Mas San juga bisa akrab dengan keluarganya Mas Dodo. Itu yang membanggakan.

Sampai menikah pun, Mas San dan Mbak Nunuk yang bantu. Ketika saya mau punya anak, Mas San masih ngurusin. Yang teringat, setelah beberapa tahun nggak punya anak, Mas San bilang, "Ien, koe kepingin bayi tabung opo piye?". "Aku ora nduwe duit, Mas, nggo bayi tabung." "Ta'biayai Ien, koe ndaftaro bayi tabung." Akhirnya, saya dan Mas Dodo dengan dibantu Mbak Angky mulai mencari informasi untuk bayi tabung. Kita ngurus ke Jakarta. Sampai sudah beberapa kali konsultasi.

Nah, pada saat itu Mas San dan Mbak Nunuk mau tindak ke Mekah. Mas San telpon, “Iki aku arep neng Mekah. Mengko ta’ndongake neng Multazam supaya kamu bisa segera punya anak ya. “ “Yo, Mas. Doakan aku ya.” “Ya, aku akan khusus mendoakan untuk kamu.”

Di Mekah, Mas San sempat telpon, “Ien, aku habis berdoa di Multazam. Aku minta pada Allah semoga kamu segera bisa hamil. “ “Ya, Mas. Matur nuwun.” Mas San pulang dari Mekah, nggak tahu mukzizat dari mana, ternyata saya betul-betul dinyatakan positif hamil. Lalu setelah memberitahu Mas Dodo, saya telpon Mas San, “Mas, saya hamil!” Mas San senang sekali. “Syukur yo Ien, diopeni yo, dijogo yo.” Dia selalu mengikuti perkembangan saya ketika hamil, “Hamilmu ora opo-opo to nduk?”

Begitu Niar lahir, aku minta Mas Dodo menelpon Mas San. Kado dari Mas San aku belikan box, perlengkapan bayi. Begitu juga waktu Dito lahir. Perhatian Mas San sangat besar.

Yang terakhir waktu aku kecelakaan dari Semarang naik bis ke Bandung. Ternyata Allah menghendaki lain. Aku kecelakaan di Sumedang. Aku biasanya ndak pernah hafal nomor telepon Mas San. Tapi nggak tahu, saat aku terkapar di rumah sakit, ada polisi yang mendekati saya, “Tolong pak, tolong telponin kakak saya. “ “Nomornya berapa, Bu?” Tiba-tiba saja aku hafal nomornya. Yang aku tahu, kemudian Mas San datang dengan senyumannya mengelus kelapaku,”Koe ora opo-opo to, Ien?”. Akhirnya, Mas San mencari ambulan dan membawaku ke Borromeus.

Sampai di Borromeus, aku mau dikeluarkan lagi karena nggak ada tempat. Mas San marah-marah dan akhirnya aku bisa masuk ke Borromeus. Lalu aku dicarikan dokter tulang yang paling bagus di Borromeus. Dan aku diaku sebagai keponakannya dokter itu sehingga mendapatkan pelayanan yang baik. Setiap hari, Mas San dan Mbak Nunuk besuk. Setiap hati membawakan makanan dan ditanya,”Pengen opo, Ien?” Mas San dan Mbak Nunuk selalu di samping aku untuk menguatkan dan mendorong semangatku.

Sampai saat ini, kalau aku ada kesulitan apa saja, selalu yang dihubungi pertama kali adalah Mas San. Dan selalu dia punya solusi untuk menyelesaikan semuanya. Dengan bijaksananya, dia tidak pernah membuat kita sakit hati. Aku kurang uang, dia selalu minjemin. Kalau aku nggak bisa mengembalikan, dia bilang, “Yo, sa’iso-mu.” Sampai aku setua ini, masih selalu dibimbing sama Mas San. Dia selalu menyempatkan telpon,”Piye Ien kabarmu? Sakitmu piye, ora opo-opo to?” Dia selalu menanyakan itu.

Begitu Mas San pergi, rasanya separuh nyawa ini ikut hilang. Rasanya ingin protes, “Kenapa terlalu cepat, Mas San dipanggil?”. Tapi aku harus ikhlas. Aku sadar tempat bersandarku telah pergi. Tapi aku yakin Mas San akan bahagia di sana. Aku ikhlas Mas San tindak. Aku hanya bisa berdoa semoga Mas San bahagia di sana. Insya Allah, dia akan memandang kami, adik-adiknya, istri dan putra-putranya rukun di sini. Kami akan selalu mengenang Mas San. Kami akan selalu berdoa buat Mas San, karena Mas San adalah kenangan yang terindah bagi kami.


Tuty Mardianti (Adik Ketiga)

Karena umurku beda cukup jauh dengan Mas San, jadi tidak terlalu banyak memori yang saya ingat. Cuman ada beberapa peristiwa-peristiwa yang kadang-kadang membuat tertawa dan sedih dan saya mengingatnya sampai sekarang.

Yang saya ingat dulu waktu Mas San pertama kali mau belajar mobil, Eyang itu (Bapak) punya mobil Opel putih. Sebenarnya waktu itu belum boleh, masih SMA. Tapi saking pengennya, dia dorong mobil itu keluar supaya tidak berbunyi. Sesampai di luar, dia pasti bangunin saya. Saya ikut, nggak tahu Amie ikut apa nggak, keliling kampung itu berapa kali setiap hari. Bapak nggak tahu itu, tapi Ibu tahu. Tapi sampai terakhir kali Bapak tahu tuh karena dia nabrak bebek. Bebek itu diam gak bangun-bangun. Terus sama yg punya bebek disuruh ganti Rp 5000,00 kalo nggak salah. Akhirnya diganti (sama Mas San), tapi setelah diganti, BEBEKnya HIDUP.... Itulah gara-gara belajar mobil saking tidak bolehnya karena masih kecil jadi kita ikut dorong keluar, baru sampai di gang dIbunyikan.

Kemudian yang terakhir saya ingat sekali juga seperti cerita Mbak Iien waktu dia merengek minta dibelikan Honda C90 yang waktu itu sangat terkenal. Dia merengek ke Ibu terus, sampai akhirnya Ibu menjual mesin jahit Leci (yang waktu itu sangat terkenal dan cukup mahal) untuk bisa membantu membeli motor itu. Setelah motor itu dibeli, dia kasih kabar, kita nunggu di depan pagar rumah. Dia tuntun dari jauh motor itu. Karena masih belum punya SIM dan motornya nggak ada bensinnya.

Terus yang saya inget juga : waktu saya sudah sekolah, karena Mas San di ITB dan waktu itu saya masih SMP. Yang saya tahu pokoknya kalau Mas San mau pulang, Ibu itu sIbuuuuk sekali masak kesukaannya Mas San, setup makaroni-lah…. segala macam. Kita hanya menunggu sampai siang, kadang-kadang bisnya kan terlambat datang. Sampai jam 8 atau jam 9, baru datang. Kalau udah itu kita duduk semua di ruang tengah, di meja makan dengerin dia cerita, dengerin kalau bisnya mogok.… Itu selalu Ibu lakukan kalau Mas San mau pulang. Selalu Ibu masak. Jadi kita makan enak itu karena Mas San pulang. Dan kita selalu kalau makan ayam hanya dapet sayap karena paha itu pasti bagian Mas San. Nggak boleh orang lain makan selain Bapak (Mas San). Kita hanya boleh sayap kata Ibu….

Dan akhirnya sampai saya diterima di IPB, karena IPB lebih deket ke Jakarta, jadi waktu itu lebih banyak yg ngurusin Mbak Menuk. Tapi kemudian setelah Bapak meninggal, semua tanggung jawab biaya saya, semua Mas San dan Mbak Nunuk yg biayain. Dan saya merasa, makanya saya menjadi sekarang ini juga karena Mas San dan Mbak Nunuk. Apa yg saya butuhkan nggak pernah ditolak. Dari beli tape, beli buku. Sampai pernah saya merasa bangga sekali waktu itu. Saya beli jam weker yg digital. Waktu itu jam tersebut belum begitu musim dan Mas San mengirim saya uang untuk bisa membeli jam weaker yang digital. Yg kalau bunyi suaranya musik.

Ibu kost saya juga heran karena biasanya orang daerah kalau bayar kost mundur atau sebulan sekali. Tapi karena Mas San mungkin waktu itu malas repot jadi Mas San mengirim saya langsung untuk bayar kost 3 bulan/4 bulan sekali. Dan itu langsug saya serahkan ke Ibu kos jadi tidak terlalu membebani Mas San untuk kirim setiap bulan. Dan setiap hari lIbur biasanya kalau nggak ke Jakarta saya pulang ke Bandung. Dan itu selalu di-service yg sangat luar biasa sama Mbak Nunuk dan Mas San. Pertama kali makan steak di Tizi. Itu Mas San dan Mbak Nunuk yang ngajak. Sampai akhirnya saya lulus dokter hewan. Di wisudapun Mbak Nunuk dan Mas San datang utk menghadiri wisuda saya.

Setelah saya menikah, saya sempat tinggal di Bandung. Yang saya ingat setiap weekend kalau Mas San dan Mbak Nunuk ingin makan bersama anakanak, pasti saya ditelpon. Pasti saya diajak untuk bergabung makan bersama entah itu di mana. Setiap sabtu atau minggu pasti Mbak Nunuk atau Mas San nelpon saya untuk diajak makan sama-sama. Sampai setelah saya tinggal di Jakarta pun, kalau Mbak Nunuk dan Mas San nginap di hotel, pasti telpon untuk bisa kumpul dan mengajak kami untuk menginap di hotel, untuk berenang sama-sama. Begitu menganggapnya Mas San ke kita… dianggap satu keluarga besar. Apapun yg dia senang, dia tidak ingin meninggalkan adik-adiknya. Semua pasti diajak bersenang-senang.

Termasuk waktu pembagian warisan, Mas San dan Mas Kun membagikan bagian mereka untuk kita yang perempuan. Mas San bilang bahwa harta warisan tidak akan membuat seseorang kaya. Maka Mas San menganjurkan gimana kalau harta warisan yang didapatkan ini digunakan untuk naik haji. Padahal biaya untuk haji itu bisa untuk beli rumah saat itu. Tapi saya inget sekali dia bilang: “Allah sudah berjanji bahwa apapun yg kita pakai untuk mengunjungi, (menjadi) tamu Allah untuk haji itu pasti diganti. Pasti diganti. Dan saya ingat , itu ternyata terbukti. Begitu pulang haji, tidak lama kemudian saya bisa juga beli rumah di Pondok Gede.

Jadi apa yg diajarkan Mas San, apa yg dipetuahkan Mas San itu akan selalu saya ingat. Mas San itu seorang kakak, bapak dan seorang guru yang sangat saya hormati dan saya ikuti apa saja petunjuk dan nasihat Mas San. Sampai setua ini, apa yang Mas San bilang pasti akan saya berusaha ikuti.

Mas San itu seorang yang sangat enak utk diajak berdiskusi , soal agama, soal politik, soal masyarakat, sampai ke soal sinetron. Sinetron apapun malah jadi ngobrol, seperti sinetron “Cinta Fitri” itu, bagaimana gemesnya dia sama Mischa. Sampai terakhir kasus saya dengan Mas Yan, dia juga mengikuti. Tapi sangat luar biasa, tidak pernah ada emosi sedikitpun dalam nada bicaranya. Yang saya ingat tidak pernah dia berpikiran jelek ke orang. Selalu positif thinking. Itu yg saya bangga sekali.

Terus terang memang saya sangat kehilangan sekali. Saya hanya bersyukur sama Allah, membuat saya begini karena Mas San dan keluarganya. Dengan Mbak Nunuk dan anak-anaknya yang membuat saya merasa punya keluarga besar. Semoga apa yg sudah Mas San berikan kepada saya mendapat balasan yg berlimpah dari Allah, diampuni dosa-dosanya, dilapangkan kuburnya, dibalas semua amal-amal ibadahnya, karena semua orang yg kenal Mas San bilang dia org baik. Dia sangat pintar banget. Nggak ada seorangpun yg bilang dia jahat atau apa, sama sekali nggak. Semua orang berpikiran baik.

Mudah-mudahan Allah menempatkan disisI-Nya, disayangi-Nya, dimasukkan ke surga-Nya, dipertemukan dengan Nabi Muhammad SAW. Demikian, terimakasih. Mudah-mudahan apa yang saya ceritakan bisa menjadi teladan buat kita semua, untuk bisa lebih bijaksana seperti beliau yang bisa lebih mengumpulkan keluarga. Mas San itu sangat-sangat senang mengumpulkan keluarga. Itu yang harus kita tiru. Supaya silaturahim kita tidak akan berhenti.

Saya rasa cukup. Terima kasih.

Wassalamualaikum wr. wb.


Amie Kusumawardhani (Adik Keempat)

Saya ingin menceritakan hubungan khusus saya dengan Mas San. Beda usia saya dengan Mas San 12 tahun. Mas San masih SD pada saat saya dilahirkan. Sampai akhir hayatnya, Mas San bukan hanya kakak bagi saya tapi juga saya anggap sebagai orangtua saya. Seperti yg tadi Mbak Tuty katakan, Mas San sangat bijaksana.

Semua nasihat-nasihatnya saya turuti. Sehingga Mas Toni mengatakan bahwa Mas San adalah nabi saya. Mas San selalu ada setiap saya mempunyai kesulitan, sejak Ibu meninggal, sampai Bapak meninggal. Tiap saat Mas San selalu telpon saya menanyakan kabar saya. Bahkan pada saat saya putus pacaran pun Mas San menelpon saya menanyakan “Kamu nggak papa, Mie? Sudah, kamu harus aktif sekarang. Saya kirimin uang, kamu beli peralatan tenis untuk latihan tenis.” Begitu besarnya perhatian Mas San.

Hari-hari bersama Mas San adalah hari-hari yg sangat membahagiakan. Pada waktu saya SD, kalau Mas San pulang dari Bandung menjemput saya sekolah naik motor. Saya diajak jajan ike yuike (ice juice). Pada saat itu baru ada satu di Semarang. Saya senang sekali diajak jajan dengan Mas San.

Kemudian pada saat Ibu meninggal, pada saat Bapak meninggal, sebelum Bapak meninggalpun Mas San adalah kloter pertama yg datang setiap kali ada masalah. Sebelum saya menikah, saya lulus wisuda, Mas San yang mendampingi dengan Mbak Iien dan Mas Dodo’. Mas San rela datang jauh-jauh dari Bandung untuk mendampingi wisuda saya. Kemudian pada saat saya lamaran, Mas San dan Mbak Nunuk yg jadi tuan rumah. Pada saat saya menikah, lagi-lagi Mas San dan kakak-kakak yg lain menggantikan Ibu dan Bapak yg sudah tidak ada.

Setelah saya di Kanada pun, Mas San masih rajin menelpon saya, menyanyakan kabar saya. Saya saat ini di Australia, Mas San pun masih rajin menelpon saya menanyakan kabar saya. Begitu besarnya perhatian Mas San. Seolah-olah dengan berbicara kepada Mas San, semua masalah menjadi terpecahkan. Mas San mempunyai tempat yang sangat spesial di hati saya. Hingga saya merasa sangat kehilangan dengan berpulangnya Mas San. Namun demikian saya sangat yakin bahwa Allah mempunyai rencana yg terbaik untuk Mas San. Saya hanya bisa berdoa semoga Mas San diberikan kelancaran, diberikan kemudahan dalam perjalanannya menuju, menghadap kehadirat Allah SWT.

Sedih sekali sebetulnya karena hari-hari bersama Mas San seperti yg saya katakan merupakan hari-hari yg indah. Setiap liburan sekolah kalau saya ke Bandung, isinya hanya diajak Mbak Nunuk dan Mas San jalan-jalan di tengah kesibukannya yg sangat luar biasa. Mas San tidak hanya kepada keluarga, tapi juga kepada adik-adiknya, masih menyempatkan diri untuk menyenangkan kami.

Ya Allah terimalah kakak kami tercinta Mas San di sisi-Mu, ampunilah dosa-dosa Mas San. Selamat jalan, Mas San. Terima kasih.


Tony Prahasto (Adik Ipar/ Suami Amie)

Saya mengenal Mas San sejak mulai dari kenal sama Amie sampai sekarang, ada satu konsistensi yg buat saya selalu jelas yaitu, saya Bahasa Inggrisnya menyebutnya, “Mas San is a reasonable man, a man of reason”. Dia selalu berhasil melihat alasan kenapa seseorang punya sikap ataupun keinginan.

Dari kemampuannya melihat alasan itu, banyak membuat orang bisa langsung ke Mas San utk menceritakan apa yg sebenarnya menjadi persoalan atau keinginan. Dan kemampuannya dia untuk melihat reason tadi, alasan tadi, membimbing semuanya ke arah solusi shg hidup bisa berjalan dgn penyelesaian satu solusi dgn solusi lain. Nah, demikian juga saya melihat bahwa dgn setiap org bisa ketemu Mas San utk melihat itu. Mas San menjadi pemersatu karena dia tahu apa saja yg sedang terjadi di sekelilingnya. Itu yg menjadi kenangan saya yang paling membekas dengan Mas San .

Kemampunnya untuk melihat kenapa orang punya alasan dan dia mau menerima alasan itu dan dia pakai alasan itu untuk memberi solusi dan hidup maju ke depan. Kita sekarang sudah ditinggal Mas San. Untuk saya pribadi, Mas San mungkin meninggalkan sesuatu ke saya “Ton, kamu kalau mau hidup, kamu harus tahu kenapa orang itu punya keinginan yg mustahil, kenapa orang egois, itu pasti ada alasan di belakangnya. Hanya dengan mau tahu alasan itu kamu bisa membuat orang itu maju ke depan.”

Saya rasa bahwa dengan meninggalnya Mas San, saya tidak bisa lari. Kalau dulu kasihkan saja ke Mas San, dia pasti bisa menyelasaikan kok. Sekarang saya yakin kita semua harus maju dan saya secara pribadi akan coba tiru Mas San tentunya dengan far less level of success. Akhir kata, selamat jalan, Mas San. Kita akan tetep jalan sebagaimana yang Mas San pernah contohin ke kita. Gitu aja.


Iiel - Irawati Kusumorasri (Adik Ipar)

Assalamualaikum wr. wb.

Pak Santoso Almarhum bagi saya adalah seseorang yg sangat memperhatikan keluarga. Masa depan keluarga itu beliau rencanakan bersama Mbak Nuk dengan cermat. Itu yang menjadi panutan bagi adik-adiknya untuk berkaca. Saya mendidik anak-anak saya kiblatnya adalah seperti Pak Santoso dan Mbak Nuk mendidik anak-anaknya. Anak saya menjadi anak yg pandai dan untuk ketakwaannya juga cukup memenuhi sebagai manusia Islam itu saya didik seperti saya melihat Pak Santoso dan Mbak Nunuk mendidik anak-anaknya.

Yang kedua adalah momen di mana suatu saat saya ikut pengajian dan dalam hati saya ingin suatu saat pergi ke Mekkah. Padahal saya nggak ada apa-apa, nggak punya apa-apa. Setiap saya ada waktu berdoa, manteng pada Allah. Ya Allah ijinkan saya menjamah baitullah. Tidak berapa lama, suatu saat Pak Santoso telpon “Iel, kamu mau umroh?”. Ini luar biasa, keajaiban. Tak ada rencana apapun, hanya niat saya, manteng saya pada Allah ini dikabulkan lewat Pak Santoso dan Mbak Nunuk. "Iya." saya langsung menjawab “Iya, mau Pakde”. Kemudian saya persiapkan dengan baik dan suatu keajaiban saya bisa menginjak baitullah, ibadah di sana, umrah bersama Pak Santoso, Mbak Nunuk dan anak-anaknya. Ini adalah suatu pengalaman yang mengesankan buat saya.

Yang ketiga adalah, kami adik-adiknya Mbak Nunuk ini kalau punya persoalan yang nggak bisa dipecahkan larinya ke Mbak Nunuk dan Pak Santoso. Karena kami yakin di situlah kami akan mendapat solusi. Tapi lama-lama saya berpikir, semua adik-adik Mbak Nunuk kalau punya masalah yang nggak bisa dipecahkan larinya ke Mbak Nunuk dan Pak Santoso. Terus kepada siapa larinya mereka ya, kalau Pak Santoso dan Mbak Nunuk punya masalah? Itu yang saya belum sempat tanyakan.

Nah, begitulah Nadia, Jehan, Cintya, punya Bapak yang sangat bijaksana, yang terbaik buat kamu, yang mempersiapkan masa depanmu semuanya dengan matang. Itu adalah suatu anugerah, tidak semua manusia punya anugerah seperti ini. Yang bisa kita lakukan adalah untuk mendoakan Pakde Santoso agar bisa dianugerahi tempat yang terindah di Surga. Wassalamualaikum wr.wb.


Pakde Heni (Saudara Sepupu / Adik Bude Sri Harmoko)

Pertama kali kenal, meskipun sepupu, tapi pertama kali kenal Dik San itu sekitar tahun 1959. Jadi umur saya masih 4 tahun, di Rendeng di Kudus. Waktu itu bersama Dik San, saya dibonceng Dik San, Mbak Sri boncengan sama Dik Nuk (Menuk) main ke Bulusan. Terus pulang, jajan. Terus pindah tempat tinggal Bapak dan Ibu ke asrama tentara.

Tahun berikutnya, Dik San dan Dik Nuk main ke Kudus lagi. Pas hujan-hujan saya nganter Dik San bersama teman-temannya main bola itu di Kudus. Kemudian Bapak sama Ibu pindah ke Ambarawa. Ambarawa itu lebih dekat dari Semarang daripada Semarang ke Kudus. Dik San juga sering sama Bulik sama Paklik sama Dik Kun ngajak kita ke Bandungan. Suatu ketika pas saya diajak Bapak dan Ibu ke Seteran di Semarang, diajak Dik San ke Jerakah naik sepeda. Di sana membeli buah jambu, memang penghasil jambu di kota Semarang.

Terus habis itu keluarga kami pindah ke Semarang, Dik San sering ke Semarang. Waktu itu pas sunatnya Dik Kun, saya dibonceng Dik San naik vespa ke mengambil baju kemudian melewati sawah, motornya jauh. Pernah saya bobo di Seteran terus pulang, Dik San nganter saya untuk beli sepatu. Kemudian keluarga kami pindah ke jakarta, sering Bapak, saya, Dik San ke pasar lumut Manggarai. Dari situ setelah jalan-jalan kita makan sate. Terus pernah di Tebet malam-malam berdua saya naik motor sama Dik San untuk nonton film. Di perjalanan kehujanan terus cari tempat teduhan. Memang sebagian kenang-kenangan sama Dik San. Dik San bagi saya memang di samping sebagai sepupu, temen juga, sodara juga, sahabat juga. Sekilas tentang Dik San adalah pribadi yang cepat akrab dengan lingkungannya, kawan-kawan saya ataupun bisa membaurkan diri dengan teman-temannya.

Terakhir (ketemu Dik San) itu pas waktu lebaran di tempat Mbak Sri Harmoko. Setiap saat kenang-kenangan itu merupakan kesan yg dalam buat saya. Apalagi Dik San begitu dipanggil oleh Allah SWT secara mendadak, ya kaget sekali. Kemudian juga di samping berdoa, memori saya utk mengenang kembali Dik San bersama saya. Semua kesan baik-baik saja. (Kepada keluarga) sepeninggal Dik San semoga diberi ketabahan lahir dan batin dan tetap mendoakan Dik San di Alam Barzah semoga dosa-dosanya, karena sebagai manusia biasa tidak lepas daripada dosa-dosa besar atau kecil, disengaja atau tidak disengaja, dimohonkan ampun kepada Allah SWT, dan arwahnya diberikan tempat yg baik sesuai amal ibadah Dik San. Aamiin.